BEKASI - Pembangunan ekonomi Indonesia menjauhi amanah konstitusi negara. Sistem ekonomi yang menjadi amanah UUD pasal 33 ayat 1, 2,3,4 dan 5 tidak ditindaklanjuti oleh penyelenggara negara presiden dan DPR untuk segera membuat undang undang sistem perekonomian nasional, sehingga ada kesan pembiaran kondisi ketidakadilan ekonomi yang berjalan di negara kita.
Dampak dari itu semua adanya ketidakadilan ekonomi di semua sektor dan skala usaha yang ada. Selanjutnya kondisi ini menimbulkan ketimpangan penguasaan sumber daya ekonomi yang sangat besar pada pelaku usaha.
Usaha besar yg jumlahnya hanya 5000an unit, usaha menengah yang berjumlah 10 ribuan unit usaha menguasai kontribusi besar pada PDB sebesar 38 persen.
Sedangkan jumlah usaha mikro dan kecil sebesar 64 juta memberikan kontribusi 62 persen berdasarkan data Kemenkop UKM 2021. "Inilah pekerjaan rumah besar bagi pemerintah untuk membangun ekonomi berkeadilan," kata Dr. Agung Sudjatmoko, Ketua Umum Jarnaskop pada Diskusi Koperasi 'Menggugat Ketidakadilan Sistem Ekonomi' yang dilaksaksanakan di Gedung Umat Islam Solo Minggu (201/2024).
Ketimpangan yang terjadi bukan hanya di kontribusi PDB, tetapi penguasan sumber daya ekonomi nasional juga timpang. Ketidakadilan data Oxfam 2022 menyatakan bahwa kekayaan 4 (empat) konglomerat Indonesia sama dengan 100 juta penduduk miskin di Indonesia.
Bahkan, lebih lanjut Agung menerangkan, data FAO bahwa ada sekitar 16 juta petani Indonesia yang tidur dalam keadaan perut yang lapar. "Apakah ini akan dilanjutkan? Dengan tegas saya mengatakan tidak," ungkap Agung berpendapat.
Menurutnya, Pemerintah harus harus berubah secara konstitusional harus dilakukan dan kontestasi pilpres 2024 menjadi penentu perubahan untuk mewujudkan harapan baru bangsa Indonesia untuk memperbaiki kehidupan negeri ini secara adil menuju kesejahteraan sosial.
Dalam diskusi yang dilaksanakan oleh Alumni UNS Pejuang Perubahan bersama dengan Jarnaskop tersebut juga di kupas tentang ketidakadilan sistem hukum nasional.
Pembicara pada sesi ini disampaikan oleh Dr Mohammad Taufiq lawyer di Solo, yang megupas banyak pelaksanakan penindakan hukum yang jauh dari rasa keadilan.
Menurut Taufiq bahwa hukum telah dijadikan alat oleh penguasa untuk menggebuk lawan politik. Hukum hanya tajam ke bawah seperti pada sasaran maling ayam. Tetapi tumpul keatas seperti korupsi, karena korupsi yang dilakukan berujung KKN yang terjadi.
"Reformasi yang menumbangkan KKN 9 tahun masa pemerintahan Jokowi lebih dasyat di banding masa orde baru. Untuk itu ini harus di hentikan dan dilakukan perubahan yang harus di menangkan oleh rakyat," tegas Taufiq.
Masihbtempat yang sama, bahwa kegiatan ditutup dengan deklarasi Alumni UNS Pejuang Perubahan, diakhiri oleh orasi perubahan yang disampaikan oleh M. Jumhur Hidayat, tokoh perburuhan nasional yang mengatakan banyak kejanggalan, ketidakbenaran dan kesintingan yang dilakukan oleh penguasa yang menyebabkan kesengsaraan rakyat.
"Rakyat dimiskinkan oleh regulasi dan sistem pemerintahan yang berbau KKN. Semakin masifnya KKN karena bersatunya penguasa dan pengusaha. Semakin kuatnya oligarki di lingkaran penguasa akan membawa kehancuran negeri ini yang sangat mengancam disintegrasi bangsa, tegas Jumhur," kata Jumhur.
"Ini harus dihentikan, pemerintah harus di ganti secara konstitusional, pemilu harus di kawal agar jurdil dan tidak ada kecurangan yang akan membawa disintegrasi bangsa," imbuh Jumhur.
Rangkaian diskusi yang diakhiri penyerahan deklarasi dan pernyataan sikap alumni UNS pejuang perubahan kepada M Jumhur Hidayat selaku Co Captain Timnas Amin. (AS)